Dedy Ibrajoem Moesa |
Beberapa awalan Ter di atas saya sebutkan sebagai keterwakilan dari Masyarakat awalan Ter, mereka hidup dan mendiami negeri si Kalang Kabut, negeri si kalang kabut adalah negeri dengan sebuah pulau besar di tengah lautan, berada dan menjadi perempatan dan persimpangan dunia, negeri ‘Pulau’ si kalang kabut dari kejauhan hanya terlihat kabut tebal yang terus menyelimuti dan mengelilinginya. Dari kejauhan negeri ini memang sulit dideteksi dengan kasat mata bahkan dengan memakai kaca mata pembesar-pun sangat sukar untuk melihatnya, putihnya selimut kabut yang menyelimutinya seperti ribuan juta malaikat berbaris dan membentuk benteng untuk memproteksi negeri si kalang kabut dan gelapnya awan yang selalu menjadikannya mendung dan sulit menerima sinar matahari seperti ribu juta setan berjubah hitam mentabir tak ubah seperti labirin. Tidak jelas mana hitam dan putih karena yang muncul adalah abu-abu, bila angin barat yang berhembus maka hitam pasti bukan warna dan bila angin timur berhembus putih jelas juga bukan warna selalu saling menimpali hitam lalu putih lalu hitam lalu putih lagi, demikian terus menerus sepanjang sejarah, paling banter hanya abu-abu namun itupun bukan warna, pernah terdengar melalui cerita yang tidak jelas benar salahnya bahwa negeri si kalang kabut pernah sekali dalam umurnya di 802an tahun ini berwarna, yakni berwarna emas, bukan kuning tembaga atawa kuning emas namun memang bewarna emas.
Akhir-akhir ini berbagai ahli dan peneliti dengan menggunakan alat canggih berupa teleskop untuk melihat bintang dan galaksi di luar galaksi telah di datangkan ke negeri si kalang kabut guna melihat negeri si kalang kabut lebih dekat sehingga tidak mengalami kesulitan dalam mengamati dan mempelajari budaya, serta berbagai perilaku kehidupan lainnya dari masyarakat negeri si kalang kabut ini, sehingga tidak menjadi salah terka dan salah dalam berkesimpulan seperti yang selama ini terjadi, hal ini di akibatkan oleh sumber berita yang menyimpang serta memihak pengijon sejak berubahnya status media dari institusi sosial ke industri media.
Di antara masyarakat Gampoung Doenya (kampung dunia, Global Village) telah beranggapan akan sangat sia sia hanya untuk meneliti dan melihat sebuah negeri yang menurut sebagian manusia dari luar negeri si kalang kabut, negeri yang menjadi persimpangan dunia tersebut tak lebih dari sebuah negeri di mana menjadi ladang percontohan dan tempat experimen dari semua jenis produk, mulai dari produk gincu, meusiu sampai produk moral dan politik. Di antara hal yang menarik untuk di teliti adalah mengapa negeri si Kalang Kabut ini selalu ribut dan ribut, damai sebentar lalu ribut lagi. Penelitian tersebut akan lebih di fokuskan pada Masyarakat dan Budaya yang menyertainya. Kesimpulan sementara yang berhasil disepakati di antara peneliti luar negeri si kalang kabut tersebut adalah ; pertama, Mayasyarakat negeri si kalang kabut rata-rata kurang pendidikan alias berpendidikan rendah baik ilmu umum maupun agama, sehingga masih mudah di provokasi dan di arahkan ke tujuan tertentu, kedua Masyarakat memiliki keyakinan berdasarkan tenacity ( keteguhan hati ) pada apa yang telah diyakini oleh nenek moyangnya secara turun temurun dan menjadi kebudayaan yang diterima secara kolektif, serta masyarakat nya masih mengandalkan intuitive ( instuisi ) keyakinan berdasarkan dan bersumber dari keyakinan dari dalam diri sendiri saja, sehingga cenderung egois dan susah menerima masukan dari luar. Stuasi seperti ini menurut para peneliti sangat riskan karena mudah di sulut dan dibohongi, yang ketiga masayarakat negeri si kalang kabut independen dan cenderung susah di atur, keadaan seperti ini menurut peneliti luar tersebut akan memudahkan lawan dalam mengkotakkan, memecahbelah dan mengimingi kekuasaan, yang keempat masyarakat yang mendiami negeri si kalang kabut ini adalah semi sekuler, keadaan ini memberi kesempatan masuknya piranti-piranti luar baik keras maupun lunak dengan mudah ke dalam negeri si kalang kabut.
Tidak demikian bagi si pedagang, karakter, budaya, perilaku hidup masyarakat negeri si kalang kabut adalah potensi bisnis yang menguntungkan apa lagi ke dua kesimpulan terakhir dari peneliti luar di atas. Dan lagi memang tepat negeri si Kalang Kabut menjadi pasar yang bagus lagi luas dan konsumtif perilaku masyarakatnya, belum lagi negeri si kalang kabut adalah negeri dengan karakter masyarakat yang mudah tercepat, terpikat, tersedot, terarahkan kepada suatu yang propagan serta agitat, padahal masyarakatnya di kenal dan mengaku sebagai masyarakat terpandai, terhebat, tersegalanya, namun lagi lagi mengherankan sekumpulan pengamat, peneliti, penulis dan sudah pasti akan sangat ambiguitas antara berita dengan kenyataan, karena kenyataan memang berbanding terbalik dengan cerita agen berita. Celakanya di negeri si kalang kabut masih banyak penduduknya yang tidak terpelajar, miskin harta dan informasi, kebanyakan mereka hidup berdasarkan tata cara hidup tradisional yang turun temurun, hanya ratus ribuan saja penduduknya memiliki akses pendidikan yang memadai selebihnya adalah orang-orang pintar dalam kebodohannya yang abadi, dalam keEgoan pada abad keEmasannya walaupun saya menyimpan ragu akan kebenarannya. Tetapi siapa di antara pembesar dan pengkecil di negeri si kalang kabut yang mau sadar akan berita yang tidak dapat dibuktikan ini. Eluh si anak yatim piatu yang sekarang berusia lima belasantahun itu LamKaruna namanya, lahir ditengah berkecamuk konflik, siapa pernah bermimpi harus hidup di tempat seperti ini berkumpul dengan sesama teman dari golongan yang sama, sama-sama bergantung pada belas kasihan yang dimuslihatkan dalam Yayasan Yatim-Piatu, mau pergi meninggalkan yayasan penampungan juga bingung mau tinggal dimana karena sudah tidak ada lagi sanak saudara di luar sana, “ saya menjadi asing di Negeri sendiri “ tambah si Lamkaruna. Ironis memang namun kita juga tidak bisa menutup mata dan menyumbat telinga bahwa kenyataan di antara kita yang masih berperilaku dan merasa bodoh pada stuasi di mana hidup orang lain sedang terjepit dengan sepatu prada buatan italy terbeli dari uang kesejahteraan mereka.
Kembali kepada awalan Ter, ternyata awalan ter itu tidak sepenuhnya mendominasi makna paling contoh kata dasar pintar menjadi terpintar maka dimaknai paling pintar, nah lain kasusnya bila awalan ter itu di sambung dengan kata dasar jatuh jadinya terjatuh, maka di sini pemaknaannya akan menjadi dan menjelaskan bahwa jatuhnya adalah ketidaksengajaan bukan paling jatuh, bila di artikan ‘paling’ maka akan menuai kerancuan dan kebingungan pada ‘terBodohnya’ SAYA.
Penulis adalah Frelancer Video maker ; Penyuka Budaya ; Blogger ; Media Creator; Pengusaha UKM.
MASYARAKAT AWALAN TER
Reviewed by Presiden Kacho
on
20.28
Rating:
Tidak ada komentar: