Memorandum of Understanding / MoU ditandatangani antara RI dan GAM di Helsinki, Finlandia, hal ini untuk mengakhiri konflik di Aceh yang telah berlangsung 30 tahun dan kini memasuki tahun ketiga jalannya proses perdamaian, 15 Agustus 2005. Oleh karena untuk mengapresiasi dan terus menghidupkan nafas dan roh perdamaian harus selalu bersemi dan tumbuh mengembang dan mekar berseri di Aceh.
Namu begitu banyak agenda paska Helsinki yang harus segera ditindaklanjuti. Sebut saja reintegrasi mantan kombatan ke masyarakat, terapi mental bagi survivor konflik, pemapanan regulasi seperti UUPA dan qanun-qanun, pewujudan partai lokal, serta kebijakan antisipatif terhadap gangguan keamanan sporadik, seperti peristiwa di Alue Dua, Nisam (Serambi, 23/03/07). Belum selesai masalah yang ada, kita telah dihadang lagi oleh masalah yang baru aksi-aksi kekerasan pun kian marak seperti aksi teror, dan aksi Mess KPA Diserang, dan pemukulan terhadap anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) di Lamdingin Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, Sabtu (23/8) malam,Junaidi | The Globe Journal. siapa di balik semua itu, Kita sering bertanya, tetapi lebih sering lagi kita gagal menemukan jawabannya, atau berpura-pura tidak tahu, demi alasan keselamatan, alasan ekonomi atau alasan-alasan personal lainnya. Sebagai gantinya secara sederhana kita berujar, ada pihak-pihak tertentu (perseorangan atau lembaga) yang tidak menginginkan perdamaian di Aceh terwujud.
Terkait dengan itu, yang mendesak kita lakukan sebagai langkah preventif adalah penyadaran publik. Penyadaran ini kita tujukan kepada masyarakat umum agar tidak terpancing dengan keadaan yang provokatif itu, secara sadar atau tidak sadar memiliki potensi untuk menciptakan suasana chaos, baik karena motivasi psikologis, ekonomis ataupun politis. Harapannya agar semua menyadari betapa mahalnya harga perdamaian yang telah kita capai ini, dan cita-cita mempermanenkan kedamaian.
Masyarakat Aceh memiliki seni dan budaya sebagai cermin dari kepribadian yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi missal nya tari tradisi seperti tari seudati, tarian saman, Tarian Ranup Tari Lampuan, kesenian tersebut sangat khas dan unik, serta musik-musik tradisi (rapa-i, seurune kalee, geundrang dan lain-lain) yang mempunyai daya tarik tersendiri dan mendapat apresiasi untuk perdamaian, tarian dan musik tradisi ini dapat menjadi simbol bagi identitas kultural Aceh. Seni budaya adalah identitas dari masyarakat yang multikultural, dan dapat menjadi media untuk merekatkan hubungan antar semua elemen dan komponen masyarakat.
Catatan ini hendak menyegarkan ulang memori kita tentang satu alternatif pemikiran agar Aceh bisa meninggalkan masa transisi ini se-segera mungkin. Intervensinya diarahkan pada usaha menemukan domain yang lebih efektif. Maka, mengajak semua komponen yang rentan berpeluang untuk merusak Memorandum of Understanding damai tersebut ajakannya ditujukan untuk mengekpresikan seni budaya hendaknya dapat be-riang hati, bergembira, menghilangkan kebekuan jiwa raga akibat benih-benih kebencian silam, lebih merupakan strategi yang terkait dengan efektivitas pencapaian sasaran berupa perubahan cara pandang, sikap dan tingkah laku. Karakter kebencian yang telah menjadi dendam, hendak nya bisa menajdi cair dengan cara beriang hati. Mengajak semua raga tersenyum. Faktanya bahwa kesenian dan kebudayaan dalam arti yang luas terbukti efektif sebagai medium Kampanye menyampaikan pesan melalui pintu seni-budaya yang sangat persuasif.
Zulkarnaini Abdullah
Penulis dulunya Adalah Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPAS) Aceh – Jakarta, Mahasiswa pada Program Magister Manajemen Transportasi Trisakti
Namu begitu banyak agenda paska Helsinki yang harus segera ditindaklanjuti. Sebut saja reintegrasi mantan kombatan ke masyarakat, terapi mental bagi survivor konflik, pemapanan regulasi seperti UUPA dan qanun-qanun, pewujudan partai lokal, serta kebijakan antisipatif terhadap gangguan keamanan sporadik, seperti peristiwa di Alue Dua, Nisam (Serambi, 23/03/07). Belum selesai masalah yang ada, kita telah dihadang lagi oleh masalah yang baru aksi-aksi kekerasan pun kian marak seperti aksi teror, dan aksi Mess KPA Diserang, dan pemukulan terhadap anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) di Lamdingin Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, Sabtu (23/8) malam,Junaidi | The Globe Journal. siapa di balik semua itu, Kita sering bertanya, tetapi lebih sering lagi kita gagal menemukan jawabannya, atau berpura-pura tidak tahu, demi alasan keselamatan, alasan ekonomi atau alasan-alasan personal lainnya. Sebagai gantinya secara sederhana kita berujar, ada pihak-pihak tertentu (perseorangan atau lembaga) yang tidak menginginkan perdamaian di Aceh terwujud.
Terkait dengan itu, yang mendesak kita lakukan sebagai langkah preventif adalah penyadaran publik. Penyadaran ini kita tujukan kepada masyarakat umum agar tidak terpancing dengan keadaan yang provokatif itu, secara sadar atau tidak sadar memiliki potensi untuk menciptakan suasana chaos, baik karena motivasi psikologis, ekonomis ataupun politis. Harapannya agar semua menyadari betapa mahalnya harga perdamaian yang telah kita capai ini, dan cita-cita mempermanenkan kedamaian.
Masyarakat Aceh memiliki seni dan budaya sebagai cermin dari kepribadian yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi missal nya tari tradisi seperti tari seudati, tarian saman, Tarian Ranup Tari Lampuan, kesenian tersebut sangat khas dan unik, serta musik-musik tradisi (rapa-i, seurune kalee, geundrang dan lain-lain) yang mempunyai daya tarik tersendiri dan mendapat apresiasi untuk perdamaian, tarian dan musik tradisi ini dapat menjadi simbol bagi identitas kultural Aceh. Seni budaya adalah identitas dari masyarakat yang multikultural, dan dapat menjadi media untuk merekatkan hubungan antar semua elemen dan komponen masyarakat.
Catatan ini hendak menyegarkan ulang memori kita tentang satu alternatif pemikiran agar Aceh bisa meninggalkan masa transisi ini se-segera mungkin. Intervensinya diarahkan pada usaha menemukan domain yang lebih efektif. Maka, mengajak semua komponen yang rentan berpeluang untuk merusak Memorandum of Understanding damai tersebut ajakannya ditujukan untuk mengekpresikan seni budaya hendaknya dapat be-riang hati, bergembira, menghilangkan kebekuan jiwa raga akibat benih-benih kebencian silam, lebih merupakan strategi yang terkait dengan efektivitas pencapaian sasaran berupa perubahan cara pandang, sikap dan tingkah laku. Karakter kebencian yang telah menjadi dendam, hendak nya bisa menajdi cair dengan cara beriang hati. Mengajak semua raga tersenyum. Faktanya bahwa kesenian dan kebudayaan dalam arti yang luas terbukti efektif sebagai medium Kampanye menyampaikan pesan melalui pintu seni-budaya yang sangat persuasif.
Zulkarnaini Abdullah
Penulis dulunya Adalah Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPAS) Aceh – Jakarta, Mahasiswa pada Program Magister Manajemen Transportasi Trisakti
SENI-BUDAYA EFEKTIF SEBAGAI MEDIUM PENYAMPAIAN PESAN DAMAI
Reviewed by Presiden Kacho
on
01.05
Rating:
Tidak ada komentar: